Kerang Darah, Pengerek Kualitas Sperma
TEMPO.CO,
Makassar
- Bagi pasangan yang telah menikah, keinginan memiliki anak adalah hal
yang mutlak. Sayangnya, tidak semua pasangan suami-istri bisa beruntung
memiliki keturunan dalam waktu singkat.
Kadangkala, alat
reproduksi yang tidak sehat atau biasa diistilahkan kurang subur,
membuat sebagian pasangan harus bersabar dalam waktu lama untuk bisa
memiliki buah hati. Bahkan, ada yang tidak bisa memiliki anak sama
sekali.
Ahli andrologi atau kesehatan reproduksi pada pria dari
Universitas Hasanuddin Dr Eddyman W Ferrial mengungkapkan di antara
penyebab kurang suburnya sistem reproduksi atau disebut infertilitas
yang paling umum terjadi pada pria adalah bentuk dan gerakan sperma yang
tidak sempurna, konsentrasi sperma rendah, tidak ada semen, varikokel,
testis tidak turun, kekurangan hormon testosteron, kelainan genetik,
infeksi, masalah seksual, ejakulasi balik, sumbatan di epididimis atau
saluran ejakulasi, lubang kencing yang salah tempat (hipospadia),
antibodi pembunuh sperma, sistik fibrosis atau kanker testis.
Tak
banyak pula yang tahu ada salah satu jenis makanan yang terbukti
menyehatkan sistem reproduksi bagi kaum pria, yakni kerang darah atau
yang memiliki nama ilmiah
Anadara Granosa L. Edyyman
mengungkapkan di dalam kerang darah terdapat zat yang terbukti mampu
memperbaiki kualitas sperma dan meningkatkan kesuburan. Jenis kerang ini
telah diteliti olehnya dan telah terbukti pada sejumlah pasien yang
selama ini susah memperoleh keturunan.
Namun, kerang darah tidak
gampang didapatkan di Sulawesi Selatan. Menurut Eddyman, jenis kerang
ini hanya dapat ditemukan di Pulau Panitiang, Kabupaten Barru. “Itu pun
hanya pada musim-musim tertentu,” katanya.
Atas dasar inilah,
Eddyman membuat inovasi dengan membuat kapsul yang terbuat dari ekstrak
kerang darah dan diberi label kapsul Anadaraman. Kapsul penemuannya
tersebut saat ini telah memperoleh hak paten dan telah dipasarkan secara
bebas.
Eddyman menjelaskan, selama ini ketika sepasang suami
istri susah memperoleh keturunan, maka yang cenderung disalahkan adalah
pihak istri karena disangka mandul dan tidak bisa menghasilkan anak.
Lagi pula, para lelaki cenderung malas memeriksakan kesehatan reproduksi
ke dokter.
“Kesulitan memperoleh keturunan juga banyak menjadi penyebab perceraian,” katanya.
Tidak
banyak yang menyadari bahwa kaum lelaki juga berpotensi menghambat
proses untuk mendapatkan keturunan. Hal ini kata Eddyman bisa
dipengaruhi oleh kesehatan dan kualitas spermatozoa yang dihasilkan.
Menurut dia, keadaan fisik seorang pria sama sekali tidak berhubungan
dengan kualitas sperma.
“Bukan berarti seorang pria yang tampak
sehat bisa menghasilkan sperma yang bagus,” katanya. Hal ini terbukti
dari sebuah penelitian yang ia lakukan, dari sebanyak 150 orang
responden yang ia jadikan sampel, 75 persen di antaranya terbukti tidak
mampu menghasilkan sperma berkualitas.
Menurut Eddyman, sejauh
ini masih jarang bidang ilmu yang menekankan kesehatan reproduksi bagi
pria. “Pada umumnya mengenai kesehatan reproduksi hanya ditekankan pada
wanita,” katanya. Hal ini pulalah yang mendorong ia melakukan penelitian
secara lebih jauh, agar masyarakat mengetahui bahwa kesehatan
reproduksi juga sangat bergantung pada lelaki.